Info Sate Klathak Wonokromo
Jejeran, yang berada di Kalurahan Wonokromo adalah sentra kuliner kambing di Jogja sejak masa Mataram Islam, atau sejak 5 Abad silam.
Kesukaan masyarakat Yogyakarta terhadap makanan hewani bisa ditarik mundur ke zaman Sultan Agung Hanykrokusumo. Di masa itu, duta VOC, Van de Haan datang ke Ibukota kerajaan yang ada di Kerta. Saat ini bekas keraton berada di kawasan Kapanewonan Pleret, Bantul.
Van de Haan menyebutkan jika setiap hari ada 4.000 ternak yang disembelih untuk keperluan pangan penduduk di Ibukota kerajaan tersebut.
“Salah satu hewan yang banyak disembelih saat itu adalah kambing,” kata pendakwah sekaligus pemerhati budaya Jawa, Sallim A Fillah dalam channel YouTube miliknya.
Kawasan Jejeran sebagai pusat kuliner sate klathak di Jogja berada di kawasan Kapanewonan Pleret yang dulunya pernah dua kali menjadi Ibukota Kesultanan Mataram Islam, yaitu di masa Sultan Agung Hanyokrokusumo dan Susuhunan Amangkurat I.
Ketika Mataram Islam terbagi dua saat Paliyan Nagari dalam Perjanjian Giyanti, maka filosofi kuliner yang berkembang di dua wilayah itu juga berbeda. Di Solo, dikenal dengan “Keplek Ilat” yang artinya memanjakan lidah. Sementara di Jogja menganut filosofi “Pawon Anget”.
Ini juga terlihat dari varian makanan berbahan kambing di dua kota tersebut.
Di Jogja, saat ini beragam sajian olahan kambing tersedia. Bicara otentisitas, beberapa yang dikenal khas Jogja banget adalah Sate Klathak, kronyos, hingga baceman kepala kambing.