Info Sate Klathak Wonokromo
Rekomendasi Sate Klathak Jogja, Berdasarkan data yang diperoleh dari riset di lapangan dan merujuk pada sejumlah literatur, asal mula Sate Klathak ada beberapa versi.
Versi pertama diperoleh bahwa Sate Klathak sebenarnya juga sudah ada sejak dahulu sama seperti sate bumbu, namun peminatnya jarang karena memang tanpa bumbu sehingga rasanya hanya asin dan gurih daging saja. Menurut cerita dari mulut ke mulut, di pada saat menjelang kemerdekaan RI atau sekitar tahun 1940-an, di wilayah Jejeran terdapat seorang penjual sate dan tongseng keliling bernama Mbah Ambyah. Sebagai pedagang keliling tentu
saja semua peralatannya dibawa berkeliling dengan berjalan kaki. Dalam perkembangannya, kemudian Mbah Ambyah membuka warung sate.
Waktu itu Mbah Ambyah merupakan satu-satunya yang menyediakan Sate Klathak Jogja di Pasar Jejeran.
Warga Jejeran waktu itu banyak yang memelihara kambing sampai akhirnya Mbah Ambyah menemukan ide untuk membuat sate dari bahan dasar kambing. Maka mbah Ambyah merintis usahanya pada tahun 1946 dibawah pohon mlinjo. Setelah wafat, warung tersebut kemudian diteruskan oleh anak-cucunya secara turun temurun.
Saat ini warung milik Mbah Ambyah telah berubah menjadi pasar Jejeran, Kalurahan Wonokromo, dan usaha berjualan Sate Klathak itu tetap dilanjutkan oleh generasi penerusnya, yaitu Pak (Su)Bari.
Untuk menampung penggemar Sate Klathak yang semakin bertambah, maka banyak warga Jejeran membuka usaha warung sate di pasar Jejeran dan di sepanjang Imogiri Timur kilometer 10 hingga 11.
Versi kedua, Sate Klathak sudah ada sejak tahun 1946. Pada waktu itu Mbah Ambya membuka warung sate di Jejeran. Menurut Pak Bari, yang merupakan keturunan ketiga generasi ketiga, mbah Ambyah telah membuka usaha warung satenya sejak tahun 1940. Pada waktu itu, mbah Ambyah menggelar lapak pikulan di Pasar Jejeran. Dari pasar inilah kemunculan Sate
Klathak berawal.
Versi ketiga, munculnya Sate Klathak ketika penerus sate Mbah Ambyah, yaitu Wakidi melanjutkan usaha sate ayahnya di pasar Jejeran. Waktu itu Subari kecil (sekarang sate Pak Bari) telah ikut mengerjakan pemasakan sate. Seperti kebiasaan anak kecil, untuk mendapat uang jajan ia memungut buah melinjo kemudian dijual untuk mendapatkan uang. Suatu hari Subari dengan iseng meletakkan biji
melinjo yang disebut klatak di atas daging sate yang dibakarnya.
Dinamakan Sate Klathak, menurut sastrawan Danarto, karena bunyi yang ditimbulkan saat membakar atau memasak sate tersebut, yaitu klatak-klatak yang ditimbulkan dari suara garam yang terbakar.
Pada jaman dahulu, garam yang dipakai adalah garam kasar “grosok” sehingga ketika terbakar, garam tersebut menimbulkan bunyi klatak. Dari bunyi inilah yang kemudian dipakai untuk menamakan olahan sate tersebut.
Dewasa ini setiap warung atau usaha penjual sate sudah mencantumkan menu Sate Klathak dan sate bumbu. Keberadaan pengusaha sate yang ada di daerah Jejeran, Wonokromo, Pleret, Bantul mampu menjadi pilar UMKM (Usaha Mikro dan Kecil Menengah) yang menghadirkan wirausahawan tangguh di sektor kuliner.
Penerus usaha sate yang dirintis mbah
Ambyah sejak sebelum tahun 1945 sampai kini di antaranya Pak Bari yang merupakan cucu dari Mbah Ambyah. Pak Bari meneruskan usaha sate sejak tahun 1992. Sementara pengusaha sate yang lainnya yang masih berkaitan dengan keluarga mbah Ambyah di antaranya Pak Jupaeni (Almarhum) keponakan mbah Ambyah, Haji Ahmadi cucu keponakan mbah Ambyah, lalu Pak Pong, buyut keponakan mbah Ambyah, Mak Adi cucu keponakan mbah Ambyah, Bu Jazim cucu keponakan mbah Ambyah, Pak Jamari (Jam), Pak Jono cucu mbah Ambyah dan lain-lainnya.
Usaha sate yang menyediakan Sate Klathak sampai sekarang telah berkembang dengan pesat tidak terbatas di Kabupaten Bantul saja, melainkan sudah dikenal sampai luar daerah dan ikut menyediakan menu Sate Klathak.
Dalam khasanah kepustakaan tentang makanan tradisional Indonesia, Sate Klathak telah termasuk dalam daftar makanan yang dimuat dalam buku “Mustikarasa”, Buku Masakan Indonesia yang terbit pada tahun 1967 tersebut pada halaman 1.121 dari 1.123 halaman yang memuat nama-nama masakan Indonesia, satu diantaranya adalah Sate Klathak.
Dengan demikian, berdasarkan penulusuran lapangan dan referensi buku bacaan yang ada, dapat dikatakan bahwa Sate Klathak sebenarnya memang sudah ada sejak mbah Ambyah berprofesi sebagai pedagang keliling sate kambing. Hal itu dengan asumsi bahwa dalam buku yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian pada tahun 1967, Sate Klathak sudah tercatat sebagai salah satu masakan Indonesia.
Dari uraian tersebut di atas, sejarah atau asal usul makanan Sate Klathak adalah dimulai dari seorang tokoh yang bernama Ambyah, yang kemudian disebut mbah Ambyah. Dari usaha beliau inilah kemudian diteruskan pada generasi keturunannya maupun para pengusaha warung sate di daerah Bantul dan sekitarnya.