Info Sate Klathak Wonokromo
Sate Klathak Wonokromo, Gerakan Sate Klathak di Wonokromo tumbuh dan berasal dari masyarakat, oleh masyarakat, bersama masyarakat Wonokomo dan sekitarnya untuk masyarakat Wonokromo, Yogyakarta dan Indonesia. Yang dimaksud dengan gerakan Sate Klathak disini adalah tumbuh dan bergeraknya kesadaran bersama untuk mendukung dan mengembangkan Sate Klathak sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.
Para juragan Sate Klathak mengontrol dan mengendalikan kegiatan pra produksi, saat produksi dan pasca produksi Sate Klathak. Para karyawan usaha sate klatak bekerja secara optimal dan profesional di posisi manapun dalam unit kerja usaha Sate Klathak.
Para pemasok kambing, beras, bumbu, deruji sepeda, pemasok arang, plastik dan kertas pembungkus, sabun pencuci piring dan pernik-pernik kebutuhan usaha Sate Klathak memasok barang yang berkualitas prima dengan harga pantas kepada pengusaha Sate Klathak.
Para konsumen atau pembeli tugasnya hanya tiga, (1) menikmati Sate Klathak, (2) membayar harga Sate Klathak dengan wajar dan (3) memberi komentar atas pengalamannya nyate klatak di Wonokromo.
Pihak yang secara sukarela menjadi komunikator online atau offline juga melakukan kegiatannya dengan rasa suka cita dengan hasil atau produk media sesuai cita-cita.
Aparat pemerintah setempat, dalam hal ini Pemerintah Kelurahan Wonokromo dan instansi terkait membina dan membuka peluang seluas-luasnya bagi pengembangan usaha Sate Klathak.
Gerakan Sate Klathak yang muncul dari inisiatif masyarakat lokal ini, uniknya, menggunakan pola partisipasi, bukan mobilisasi. Dengan demikian gerakan ini tumbuh relatif natural dan bisa dengan cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan zaman, termasuk pesatnya dunia pariwisata yang tumbuh, berubah dan bergerak di Wonokromo, Bantul, Yogyakarta dan Indonesia.
Perkembangan dan perubahan cepat industri informasi digital cukup memberi pengaruh signifikan bagi pesatnya gerakan Sate Klathak Wonokromo. Terjadi proses pencitraan positif Sate Klathak yang terus menerus setiap saat di dunia maya.
Profil juragan sate klatak yang rendah hati dan dermawan, profil karyawan yang ramah dan cepat melayani konsumen dengan tetap menjaga kualitas rasa lezat satenya, profil Sate Klathak sendiri sebagai entitas kuliner terkemuka di Wonokromo, Bantul dan Yogyakarta, dan narasi tentang lezatnya Sate Klathak dalam suasana desa yang tenang dan sejuk muncul dalam pemberitaan formal dan informal di media cetak dan di media digital.
Mereka yang terlibat dalam gerakan Sate Klathak ini makin hari makin tidak bisa dihitung jumlahnya karena setiap hari bertambah pesertanya. Bahkan dalam setiap jam atau setiap detik muncul dan hadir para peserta gerakan Sate Klathak.
Sudah berapa ribu atau berapa ratus ribu kambing muda yang dipasok ke Wonokromo? Ini melibatkan berapa puluh atau pemasok dan berapa ratus peternak? Tidak ada yang tahu. Sudah berapa kwintal atau ton arang yang dipasok ke Wonokromo juga sulit dihitung jumlahnya. Berapa kilogram, berapa kwintal atau malahan berapa ton garam sebagai bumbu tunggal Sate Klathak yang masuk Wonokromo, belum ada yang menghitung dan meneliti. Berapa kwintal atau ton gula batu yang selama ini menemani Sate Klathak dalam bentuk minuman teh manis? Belum ada yang sempat menghitung.
Kalau pengusaha Sate Klathak sukses seperti Pak Pong dibantu seratus karyawan dalam usahanya menjual Sate Klathak dan penjual Sate Klathak yang masih dalam merintis usaha paling tidak dibantu dua orang, maka dalam sehari produksi Sate Klathak di puluhan warung sate berapa ratus jiwa yang kehidupannya ditanggung oleh seluruh usaha Sate Klathak?
Sungguh sangat bermakna usaha Sate Klathak ini secara ekonomi dan secara kemanusiaan bagi warga Wonokromo dan sekitarnya.
Tersedianya kesempatan kerja, terbukanya kemungkinan mereka yang memperoleh manfaat dari usaha sate klatak untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka dan membiayai kesehatan mereka serta terbangunnya suasana kerjasama dan kolaborasi banyak pihak menunjukkan kalau usaha Sate Klathak memiliki makna kultural dan makna kesejahteraan yang layak diperhitungkan.
Gerakan Sate Klathak Wonokromo ini cukup menginspirasi kelompok masyarakat di luar Wonokromo bahwa setiap usaha yang digali berdasar potensi lokal memiliki peluang untuk dikembangkan secara maksimal dengan hasil yang dalam bahasa Jawanya murakabi marang kabehane. Murakabi dalam arti ngrejekeni lan mbarokahi secara terus menerus. Dalam konteks ini kejeniusan Mbah Ambyah dan kreativitas para penerusnya patut diberi apresiasi.
Salah satu bentuk apresiasi yang diberikan oleh Pemerintah melalui Mendikbud adalah memberi pengakuan bahwa Sate Klathak Wonokromo merupakan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang amat berharga bagi masyarakat dan bangsa sehingga perlu senantiasa dilestarikan, dimanfaatkan dan dikembangkan keberadaannya.